Wimar's No Regrets
Akhirnya... gue bisa menghirup udara luar juga..
Salmonella typhosa dan beberapa saudara2nya sempet mampir di badan gue tiga minggu lalu. Awalnya cuma pusing-pusing, terus demam, terus sakit perut, terus dicurigai darah rendah, ternyata setelah tes darah ketahuan si Salmonella ini yang bikin gue positif Typhus :(
Dua minggu di rumah (cihuy!), cuma makan, tidur, baca, n nonton TV ;)
Makasih juga sama penyakit typhus gue yang ke-3 kali ini (duh kaya' orang Jawa aja ya, udah sakit --yang ketiga kali-- masih ada untungnya juga.. hehe). Gara2 sakit kemarin gue sempet baca buku yang lumayan menarik, judulnya "No Regrets", semacam biografinya Wimar Witoelar waktu dia jadi spoke personnya Gus Dur.
Wimar nulis banyak ttg gimana dia direkrut, apa yang terjadi selama kerja sama Gus Dur, apa yang jadi pertimbangan Gus Dur ketika harus buat keputusan (yang kata orang kontroversi), apa yang terjadi selama rapat kabinet, beberapa konspirasi yang menurut orang 'legal' untuk menjatuhkan Gus Dur, media preferences waktu itu, dll.
I am not a fan of Gus Dur, tapi gak juga against dia. I always like my father's saying about Gus Dur ttg keputusan2 yang dia buat, "Cuma Gus Dur dan Tuhan yang tahu.." Hehehe... Buat gue, Gus Dur is such an extraordinary person, he really thinks outside the box, even beyond what people could predict nor analyze.
Loh kok jadi ngomongin Gus Dur? Sebenarnya gak maksud sih, karena gue cuma tahu segelintir ttg dia. Gue justru terkesan sama tulisan Wimar di buku itu, yang rela meninggalkan kantor dan popularitasnya untuk bantu Gus Dur. Being relatively low-paid, not to forget all risks he would bear after being posted, Wimar eventually took the position. "Kapan lagi bisa kerja bareng Gus Dur?" Mungkin kalo gue jadi Wimar, begitu kali ya komentar gue :)
Sayangnya gak lama Wimar nemenin Gus Dur (sama dengan sebentarnya Gus Dur jadi Presiden). Sebentarnya periode kerja mereka bisa dilihat dari tipisnya buku Wimar dan sedikitnya hal yang bisa diceritain.. Even so, gue bisa ngerasain sedihnya Wimar waktu dia tahu bahwa Gus Dur kena impeachment (waktu itu dia lagi di Sydney untuk seminar kalo gak salah, dan atas ijin Gus Dur juga). Wimar sempet kirim imel ke Gus Dur (mungkin curhat Wimar ke Presiden ttg kondisi saat itu kali yah..), yang isinya antara lain "Gus Dur has open the door to people, but they just don't want to use that door" Hal lain yang gue tangkep dari imelnya Wimar adalah he has no regrets working with Gus Dur, even with the stories they've gone through behind the scene...
***
Seperti kasusnya Gus Dur, adakalanya kita juga pernah bikin keputusan yang 'aneh' menurut orang lain. Dan cuma kita yang tahu bahwa benefit untuk itu baru bisa dirasa sometime in the future. Susah dan sedih memang kalau ternyata orang lain (apalagi orang terdekat) gak bisa paham dengan apa yang kita maksud. Setiap hari rasanya penuh dengan usaha untuk 'menyamakan isi kepala', tapi apa mau dikata kalau ternyata... harus end up dengan keributan atau malah kegagalan.
But I guess no need to be that gloomy, cause when we are reaching the future we could also quote what Wimar had said: "I have no regrets..."
Salmonella typhosa dan beberapa saudara2nya sempet mampir di badan gue tiga minggu lalu. Awalnya cuma pusing-pusing, terus demam, terus sakit perut, terus dicurigai darah rendah, ternyata setelah tes darah ketahuan si Salmonella ini yang bikin gue positif Typhus :(
Dua minggu di rumah (cihuy!), cuma makan, tidur, baca, n nonton TV ;)
Makasih juga sama penyakit typhus gue yang ke-3 kali ini (duh kaya' orang Jawa aja ya, udah sakit --yang ketiga kali-- masih ada untungnya juga.. hehe). Gara2 sakit kemarin gue sempet baca buku yang lumayan menarik, judulnya "No Regrets", semacam biografinya Wimar Witoelar waktu dia jadi spoke personnya Gus Dur.
Wimar nulis banyak ttg gimana dia direkrut, apa yang terjadi selama kerja sama Gus Dur, apa yang jadi pertimbangan Gus Dur ketika harus buat keputusan (yang kata orang kontroversi), apa yang terjadi selama rapat kabinet, beberapa konspirasi yang menurut orang 'legal' untuk menjatuhkan Gus Dur, media preferences waktu itu, dll.
I am not a fan of Gus Dur, tapi gak juga against dia. I always like my father's saying about Gus Dur ttg keputusan2 yang dia buat, "Cuma Gus Dur dan Tuhan yang tahu.." Hehehe... Buat gue, Gus Dur is such an extraordinary person, he really thinks outside the box, even beyond what people could predict nor analyze.
Loh kok jadi ngomongin Gus Dur? Sebenarnya gak maksud sih, karena gue cuma tahu segelintir ttg dia. Gue justru terkesan sama tulisan Wimar di buku itu, yang rela meninggalkan kantor dan popularitasnya untuk bantu Gus Dur. Being relatively low-paid, not to forget all risks he would bear after being posted, Wimar eventually took the position. "Kapan lagi bisa kerja bareng Gus Dur?" Mungkin kalo gue jadi Wimar, begitu kali ya komentar gue :)
Sayangnya gak lama Wimar nemenin Gus Dur (sama dengan sebentarnya Gus Dur jadi Presiden). Sebentarnya periode kerja mereka bisa dilihat dari tipisnya buku Wimar dan sedikitnya hal yang bisa diceritain.. Even so, gue bisa ngerasain sedihnya Wimar waktu dia tahu bahwa Gus Dur kena impeachment (waktu itu dia lagi di Sydney untuk seminar kalo gak salah, dan atas ijin Gus Dur juga). Wimar sempet kirim imel ke Gus Dur (mungkin curhat Wimar ke Presiden ttg kondisi saat itu kali yah..), yang isinya antara lain "Gus Dur has open the door to people, but they just don't want to use that door" Hal lain yang gue tangkep dari imelnya Wimar adalah he has no regrets working with Gus Dur, even with the stories they've gone through behind the scene...
***
Seperti kasusnya Gus Dur, adakalanya kita juga pernah bikin keputusan yang 'aneh' menurut orang lain. Dan cuma kita yang tahu bahwa benefit untuk itu baru bisa dirasa sometime in the future. Susah dan sedih memang kalau ternyata orang lain (apalagi orang terdekat) gak bisa paham dengan apa yang kita maksud. Setiap hari rasanya penuh dengan usaha untuk 'menyamakan isi kepala', tapi apa mau dikata kalau ternyata... harus end up dengan keributan atau malah kegagalan.
But I guess no need to be that gloomy, cause when we are reaching the future we could also quote what Wimar had said: "I have no regrets..."
<< Home