Knowing the Unknowable
Pagi ini sambil sarapan Indomie, seperti biasa gue nyuri2 bacaan (kebiasaan buruk banget sih, baca sambil makan..). Berhubung belakangan ini abis ribut2 soal Tuhan di rumah, akhirnya yang dibaca artikel ringan hasil wawancara Ulil Abshar-Abdalla sama Kautsar Azhari Noer, dosen pasca sarjana IAIN Jakarta.
Secara garis besar disana dibilang bahwa Tuhan itu absolut, dan berada di luar kemampuan kita untuk mengetahuinya. Ketika kita berusaha mempersepsikan Tuhan atau menggambarkannya dengan kata-kata atau gagasan, di situ kita mulai membatasi sesuatu yang absolut. Membatasi sesuatu yang tidak bisa dibatasi, membahasakan sesuatu yang tidak pernah bisa untuk diuraikan. Di artikel itu juga disebut Pak Azhari tertarik dengan satu buku berjudul "Knowing the Unknowable God" dan ketika ditanya: jadi Tuhan itu untuk apa kalau dia tidak bisa diketahui? Dia bilang untuk dicintai dan dirasakan kehadirannya..
Jadi inget satu acara TV yang cerita tentang kehidupan seorang waria. Waktu itu dia bertutur dengan sedih tentang hidupnya, tentang orang tuanya yang nggak mau nerima dia, tentang pandangan tetangga2nya, how (s)he dealt with people, with life, etc. Kasihan juga ya, berat banget pasti dia ngejalanin hidupnya.. Sambil menerawang kemudian gue berpikir bagaimana cara dia berkomunikasi dengan Tuhan? Bagaimana dia mengadukan kesedihannya kepada Tuhan? Berdoakah? Sholat kah? Ke gereja kah? Apa nggak tambah disalahin karena dia memilih jalan hidupnya kaya gitu?
Artikel tadi pagi menjawab kebingungan gue. Gak perlu bingung lagi dengan cara waria itu berkomunikasi dengan Tuhan. Pasti ada cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan buat siapapun. Lewat agama, lewat kepercayaan, lewat simbol2 lain yang bisa merepresentasikan Tuhan (Tuhan masih perlu direpresentasikan dengan simbol untuk kebanyakan orang). Atau tanpa representasi sekalipun. Tanpa agama mungkin, buat sebagian orang. Cara jadi nggak penting. Dan dengan begitu Tuhan semakin menunjukkan bahwa Dia memang ada. Di mana2. Dan tulisan ini cuma cara yang sangat bodoh buat gue untuk mencoba memahami "The Unknownable"
Secara garis besar disana dibilang bahwa Tuhan itu absolut, dan berada di luar kemampuan kita untuk mengetahuinya. Ketika kita berusaha mempersepsikan Tuhan atau menggambarkannya dengan kata-kata atau gagasan, di situ kita mulai membatasi sesuatu yang absolut. Membatasi sesuatu yang tidak bisa dibatasi, membahasakan sesuatu yang tidak pernah bisa untuk diuraikan. Di artikel itu juga disebut Pak Azhari tertarik dengan satu buku berjudul "Knowing the Unknowable God" dan ketika ditanya: jadi Tuhan itu untuk apa kalau dia tidak bisa diketahui? Dia bilang untuk dicintai dan dirasakan kehadirannya..
Jadi inget satu acara TV yang cerita tentang kehidupan seorang waria. Waktu itu dia bertutur dengan sedih tentang hidupnya, tentang orang tuanya yang nggak mau nerima dia, tentang pandangan tetangga2nya, how (s)he dealt with people, with life, etc. Kasihan juga ya, berat banget pasti dia ngejalanin hidupnya.. Sambil menerawang kemudian gue berpikir bagaimana cara dia berkomunikasi dengan Tuhan? Bagaimana dia mengadukan kesedihannya kepada Tuhan? Berdoakah? Sholat kah? Ke gereja kah? Apa nggak tambah disalahin karena dia memilih jalan hidupnya kaya gitu?
Artikel tadi pagi menjawab kebingungan gue. Gak perlu bingung lagi dengan cara waria itu berkomunikasi dengan Tuhan. Pasti ada cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan buat siapapun. Lewat agama, lewat kepercayaan, lewat simbol2 lain yang bisa merepresentasikan Tuhan (Tuhan masih perlu direpresentasikan dengan simbol untuk kebanyakan orang). Atau tanpa representasi sekalipun. Tanpa agama mungkin, buat sebagian orang. Cara jadi nggak penting. Dan dengan begitu Tuhan semakin menunjukkan bahwa Dia memang ada. Di mana2. Dan tulisan ini cuma cara yang sangat bodoh buat gue untuk mencoba memahami "The Unknownable"
<< Home