Sunday, November 26

Merenung

Sudah tiga bulan gue nyampe di Swedia. Masih terasa berat proses adaptasinya. Catch up sama pelajaran, sosialisasi sama temen2, keep up dengan budayanya, bahasanya, udaranya... Urgh, it's been an exhausting process, to be honest. Tapi ya mau gimana lagi? Beginilah nasib perantau. Kata seorang teman di blognya, kalau kita mau menghadapi kesulitan dan melompati tembok 'kenyamanan', kita akan bisa belajar lebih banyak. Yah.. begitulah memang. Ini fase berikutnya dalam hidup. Chapter 29 dalam hidup gue. Enjoy.

Tiga bulan berusaha adaptasi, sepertinya udah saatnya melihat pada diri sendiri. Udah dapet apa aja ya? Nilai di kampus udah ada. Nggak impressive sih, tapi it's all I have. Udah cukup buat jadi bench mark: kalo usaha gak sungguh2, nilainya pas2an. Kalo serius dan sungguh2, pasti bisa lebih baik. Next time better lah judulnya. Temen2 udah ada, walaupun kualitasnya belom seperti temen2 di Jakarta yang udah bertahun2 kenal sama gue. Udara dingin udah biasa. Kesepian juga udah biasa. Ah, apalagi ya?

Ada satu hal yang belom sempet gue lakukan. Merenung. Di Jakarta biasanya kegiatan ini gue lakukan setiap hari, di dalam mobil. Mungkin itu akibat macetnya jalanan di Jakarta, jadi gak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukan selain merenung. Gue jadi kangen banget sama mobil gue. My B 2628 GW, kendaraan yang jauh dari mewah tapi menyimpan kemewahan yang luar biasa buat gue. Kenangannya terutama. Jalan2 sama temen2, ketawa2, ngejahilin sopir taxi, teriak2 karena putus cinta, nyanyi2, empet2an dari sore ampe pagi tanpa mandi, berantem, nangis. Lengkap semuanya. Orang lain juga pasti punya kenangan tersendiri sama mobilnya masing2 khan. It's just an ordinary thing. Tapi buat gue, mobil adalah tempat merenung. Setelah banyak peristiwa yang gue alami sehari2, di mobil lah tempat gue berkontemplasi tentang apa yang udah gue kerjakan. Keputusan2 yang gue ambil. Ketakutan2 atas pilihan2 gue. Kegagalan. Kesedihan. Kehilangan. Di dalam mobil itu juga gue banyak nangis, marah, ketawa, feeling numb, dan berbagai perasaan lainnya. Seringkali gue dapatkan kekuatan dan ketegaran pas lagi nyetir. Pokoknya kalo udah di belakang setir, rasanya gue bisa mengontrol apapun. Termasuk emosi. Padahal kenyataannya nggak juga. ;)

Di sini, setelah tiga bulan tanpa nyetir otomatis kegiatan merenung dan kontemplasi jarang gue lakukan. Apalagi tanpa disadari bersosialisasi dan beradaptasi juga cukup membuat gue lupa untuk melakukan dua hal itu. Terlebih gue takut kalau merenung malah jadi mellow dan homesick berkepanjangan. Walaupun sebenarnya tanpa merenung gue juga udah mellow dan homesick. It's in my blood. ;)

Ah, gue pengen sekali melamun dan berkontemplasi. Tanpa harus nyetir mobil juga jadilah. Gue pengen me-review tentang banyak hal yang gue lihat belakangan ini. Tentang hidup di sini.. Hidup yang baru..