Thursday, January 25

Kegelisahan Mattias

Swedish people emang dingin. Setelah satu semester lewat, baru gue bisa ngobrol lama sama temen2 di koridor, terutama yg cowok2, karena mereka biasanya selalu cuek dan gak peduli. Beda banget sama temen koridor yang cowok yang dateng dari negara lain selain Swedia atau Nordic countries lainnya.

Malam ini gue ngobrol rada lama sama Mattias di dapur, temen kamar sebelah. Minggu2 sebelumnya sama Axel, cowok Swedish di koridor sini juga yang jarang banget ngobrol sama gue. Selama ini kita cuma ngobrol basa basi aja seputar sekolah, asal negara kita, weather, dan hal2 simpel lainnya. Malam ini kita ngobrol banyak hal mulai dari film, channel TV, foreign policy nya Amerika, bom dan terorisme, sampe masalah perbedaan antara natural science dan social science. Seru juga karena selama ini gue pikir gak bakal bisa ngobrol lama sama mereka, abis tampangnya pada dingin semua. Malam ini, setelah enam bulan, kayaknya suasana lebih cair dan at least ngobrol bisa lebih nyaman. At least ternyata mereka bisa senyum juga pas ngobrol. Hihihi..

Mattias sempet cerita tentang kebingungannya dalam menentukan identitas apakah dia orang Swedia atau Findland. Dia lahir di Swedia, besar di Swedia sejak lahir sampai sekarang, tapi Findland citizen. Kewarganegaraan Finlandia dia dapat dari ibunya yang orang Findland, yang udah migrasi ke Swedia sejak tahun 1970an dan menikah sama ayahnya yang orang Swedia. Asal Mattias dari Happaranda, satu kota kecil di perbatasan Sweden-Findland. Kota terdekat dari Happaranda adalah Torio di Findland (or something sounds like that) yg jaraknya 30 km, sementara jarak ke kota terdekat di Sweden sekitar 120 km. Di Swedia, Mattias selalu bilang bahwa dia adalah orang Findland walaupun dia sudah sangat terintegrasi dengan budaya di sini. Dia sudah pasti fasih bahasa Swedia, mukanya juga sangat tipikal bule, jadi dia sudah sangat eligible buat dibilang Swedes. Tapi Mattias selalu merasa dirinya orang Findland, sangat nasionalis untuk urusan olahraga, dan untuk hal2 yang berhubungan dengan kompetisi Sweden-Findland dia akan selalu milih Findland. Tapi masalahnya, ketika dia di Findland, dia gak merasa seperti orang Findland karena dia selalu tinggal di Swedia, dan orang2 di sana pun gak menganggap dia sebagai orang Findland. Well, what should you say? I have no clue. Intinya, dia bingung sebenarnya identitasnya itu bagaimana.

Selama diskusi panjang tentang identitas, gue juga sempet cerita kalo di kelas gue punya temen yang berdarah Iran tapi lahir dan besar di Swedia. Orang tuanya (atau kakek neneknya) imigran dari Iran. Temen ini juga sering bingung kalo harus menjelaskan asal usulnya dari mana karena dia harus menjelaskan panjang lebar karena dia gak keliatan kayak orang Swedia (baca: bule) sama sekali. Pasti lebih susah buat dia daripada Mattias. I can understand it.

Anyway, gak penting buat mencari tau siapa yang lebih sulit kondisinya. Lebih menarik buat melihat sisi gelisah dari dua orang teman ini. Mungkin ketika di Jakarta, gue gak terlalu aware dengan isu krisis identitas yang berhubungan dengan asal usul atau kenegaraan. Mungkin ada seperti misalnya isu WNI yang keturunan Cina. Tapi gue jarang bersentuhan dengan hal itu. Krisis identitas yang gue tahu selalu berhubungan dengan umur, kiprah/achievement kita selama hidup, atau malah agama. Sekali2 juga sempet tergelitik tentang krisis identitas para transeksual. Baru di sini, gue tertarik dengan kegelisahan akan asal usul atau kewarganegaraan seseorang. Gue bisa merasakan betapa gelisahnya kita ketika orang selalu salah sangka tentang identitas kita. Gak heran banyak orang yang berusaha mati2an buat pengumuman tentang asal usulnya, atau tentang kepercayaannya walaupun itu susah. Just to make sure people get it right, intinya.

Seperti barusan, gue bisa melihat betapa Mattias pengen membuat gue mengerti bahwa dia bukan orang Swedia, walaupun penjelasan yang dia kasih jadi panjang. Tapi ya memang begitu kalau kita mau orang lain mengerti seperti halnya kita mengerti. Masalahnya gak semua orang bisa mengerti, atau gak semua orang mau peduli. Karena itu gue bisa melihat kegelisahan di wajah Mattias.

Banyak orang2 gelisah seperti Mattias. Ternyata kegelisahan bukan cuma ada di negara berkembang aja.

Godnatt.