Sunday, April 13

Oleh-oleh dari Berlin, Prague dan Vienna





Minggu lalu satu minggu penuh saya melarikan diri untuk travel ke beberapa tempat. Sebenarnya travel itu agak tidak pada tempatnya karena saya sedang sibuk dikejar deadline. Tapi ya sudahlah daripada stress dan tidak produktif, lebih baik jalan-jalan. Memang kepikiran tesis selama perjalanan, tapi yang penting gak ada di rumah.

Perjalanan pertama ke Berlin, saya travel selama weekend di akhir maret. Sendirian dan naik bis. Last minute decision karena teman-teman saya rata-rata sudah pernah ke Berlin tahun lalu. Keputusan gila tapi menyenangkan karena bisa mewujudkan itu. Travel sendirian. Menyenangkan walaupun sepi. Tapi saya memang butuh waktu untuk sendirian kala itu. Banyak pikiran mengganggu selain tesis yang saya takut kalau saya travel dengan orang lain akan jadi annoying. Berlin was nice. Menarik dan punya karakter Eropa Timur (saya memang tertarik dengan kultur Eropa Timur setahun ini) walaupun tetap banyak pengaruh baratnya. Tapi tetap, perpaduan Timur dan Barat itu yang membuat Berlin menjadi unik. Banyak graffiti yang berbau perpaduan Jerman Barat dan Timur, dan ada juga berbagai gereja dan museum yang menjadi khas peradaban barat. Ada satu kata yang mematok pandangan saya pertama kali bis saya memasukin Berlin. Wedding. Ah, ternyata satu daerah di Berlin namanya Wedding. Haha, saya pikir itu teguran buat saya. Hihihi.

Dari Berlin saya sempat balik ke Lund satu hari untuk bimbingan. Esoknya saya beragkat ke Prague lanjut ke Vienna. Kali ini tidak sendirian. Saya dan satu orang teman, Stef, sudah pesan tiket sejak lama untuk perjalanan ini. Tadinya saya sempat ragu karena setelah bimbingan kemarin saya sadar banyak hal yang harus saya lakukan untuk tesis. Bacaan yang menggunung, dan pastinya, proses berpikir setelah membaca, pastinya butuh waktu lama. Selain juga badan saya sangat lelah setelah trip last minute ke Berlin. Tapi ya sudahlah, daripada tiket hangus (kami nggak bisa merubah tanggal karena itu tket murah.. Haha), jadilah kami berangkat. Seperti sebelumnya, tesis tetap kepikiran. Kami bawa buku-buku untuk dibaca yang pada akhirnya memang tidak dibaca :)

Prague was nice too. Lagi-lagi, Eropa Timur memang menarik buat saya. Banyak bangunan seperti jembatan, kastil, museum dan gereja yang bersejarah. daerah Old Town dan Kampa Island sangat berkesan buat saya. Old Town sangat berkarakter (tua) dan banyak gereja dan astrological clock yang terkenal itu. Kampa Island berkesan buat saya karena sangat peaceful. Banyak foto2 cantik yang saya ambil, terutama foto Charles Bridge di atas, di mana saya berhasil menangkap pelangi di sana. Cantik.. Prague ternyata tidak terlalu murah seperti Eropa Timur lain (Budapest, misalnya) tapi orang-orang Prague lumayan ramah dan humble. O ya, mereka juga disiplin dan taat peraturan (kami sempet kena denda karena nggak men-stamp karcis trem. Hihihi)

Terakhir kami ada di Vienna. This city was not so me. Kota in sangat cantik dan perfect. Sangat rapi, klasik, dan mahal. Semua bangunan tertata dan sangat posh. Sepertinya hidup sangat sempurna, seperti di fairy tale. Di Hofburg, Old Town-nya Vienna, banyak bangunan tua yang memang menjadi pusat pariwisata seperti Museum Sisi, Imperial Palace, National Museum, Ethnology Museum, Museum of Contemporary Art, Albertina, dan pastinya berbagai gereja. Banyak sekali kereta kuda yang disewakan untuk turis yang mau keliling, dan juga berbagai sales tiket opera yang memakai kostum seperti kaum noble. Saya notice semua bangunan di Vienna sangat 'grand'. Entah apa yang ingin ditampilkan Vienna, mungkin kesempurnaan atau kemewahan. Tanda kekayaan atau intelektualitaskah? Atau simbol kebangsawanan dan status? Lihat saja istana 'Schonbrun' yang notabene adalah tempat tinggal Ratu Maria Teresa di tahun 1700an. Indah tapi tidak ramah. Kaku dan dingin.

Untung saja di sana ada taman yang dibuat untuk anak-anak. Taman yang dibuat di abad 20an. Buat anak-anak yang tidak peduli pada semua simbol kemewahan karena mereka hanya ingin bermain. Ada taman labirin di sana. Saya dan Stef pun menelusuri taman itu dengan perasaan campur aduk. Takut tersesat tapi penasaran. Beberapa kali kami terpisah dan saling memanggil. Banyak jalan yang menyesatkan, banyak shortcut yang ternyata buntu. Satu cara yang bisa membawa kami pada pintu keluar hanyalah menelusuri lorong itu tanpa tergoda untuk mencoba shortcut. Voila!

Satu minggu yang singkat dan padat. Sempat membawa saya pada refleksi tentang kehidupan. Manakah yang akan saya pilih nanti? Humble life dan kehangatan seperti di Prague atau kebanggaan akan intelektualitas, status, materi yang gemerlap tapi dingin seperti Vienna? Critical moment yang hampir semua orang pernah temui mungkin. Apapun pilihan hidup yang akan saya (dan kita) buat, ada satu pelajaran yang ingin saya catat: Menjalani hidup itu seperti berjalan di labirin panjang. We will never know when and how to get there, but for sure we will be there. Shortcut bisa menjadi baik, tapi bisa juga buntu. Cara teraman adalah menjalani jalur yang terbentang di depan mata dengan sabar dan tidak panik.

Lund 13 April 2008