Friday, November 23

Seandainya...

Masih tentang perdagangan perempuan dan berbagai pertanyaan yang menggelayut di otak saya. Kali ini saya berusaha menuliskan pikiran saya itu, supaya suatu hari ketika saya lupa, saya pun diingatkan, dan tergerak untuk melakukan sesuatu...

Saya membayangkan beratnya hidup para wanita yang diperdagangkan, ketika mereka mengalami eksploitasi seks atau eksploitasi di tempat kerja, atau bahkan eksploitasi dari sang suami yang mengaku sudah “membeli”nya. Satu eksploitasi yang mereka alami di tempat tujuan. Saya juga membayangkan ketika sebagian lain dari mereka ditipu, dijanjikan akan bekerja di parik tapi malah disekap di kamar dan dipaksa bekerja di rumah bordil. Bentuk eksploitasi lain yang mereka alami di perjalanan menuju tempat tujuan.. Kalaupun mereka beruntung, mereka bisa kabur dan kembali ke tempat asal, tapi.. belum tentu mereka diterima di kampung sendiri. Stigma dan bad image sebagai perempuan yang diperdagangkan, memang erat dengan prostitusi, walaupun sebenarnya mereka belum tentu bekerja di industri seks. Berat memang, sudah pergi dengan tujuan membantu keluarga, ingin melunasi hutang dengan segera atau membiaya orang tua yang sakit-sakitan, tapi ketika pulang malah dicemooh orang.

Seandainya saja mereka bisa punya opsi di kampung, mereka bisa hidup dan membiayai keluarganya tanpa harus pergi jauh. Seandainya pun mereka harus bermigrasi yang jauh, mereka sudah punya kemampuan yang cukup sehingga bisa bekerja di sektor formal tanpa harus dieksploitasi. Seandainya mereka punya keberanian dan percaya diri yang kuat, mereka bisa menolak dan melawan ketika mengalami kekerasan.. Tapi tidak, tidak semudah itu. Kenyataan tidak semudah yang kita pikirkan. Seringkali kita harus menyerah pada keadaan, walaupun usaha yang kita lakukan sudah demikian keras.

Seandainya hidup bisa berjalan sesuai dengan yang kita rencanakan. Seandainya sang korban trafficking bisa pulang kampung dan hidup tenang di desanya lagi. Seandainya tidak ada pandangan sinis dari masyarakat sekitar. Seandainya tidak ada diskriminasi kesempatan kerja bagi para perempuan yang (ternyata) korban perdagangan manusia.

Seandainya tidak ada kesenjangan di tengah-tengah manusia. Seandainya mereka tidak harus merasakan kemiskinan. Seandainya setiap perempuan bisa duduk di lobby hotel sambil minum peppermint tea dan menuangkan pikirannya di laptopnya…

Oh my God, I’m dreaming too far. There’s nothing I can do, really. Saya hanya bisa bertanya pada diri sendiri, wondering around, dan terbengong-bengong sambil terus menyusun daftar “seandainya…”

Saya tahu, perempuan korban trafficking juga ada di mana-mana. Saya memikirkan perempuan Indonesia. Saya melihat banyak kesulitan di Vietnam yang mirip dengan Indonesia, walaupun banyak juga perbedaannya. Saya mungkin akan lebih sensitif jika melakukan penelitian di negeri sendiri (walaupun sering saya berpikir melakukan penelitian di Indonesia akan jauh lebih mudah buat saya). Saya sering merasa bersalah, tapi di sisi lain saya tahu mungkin saya akan lebih emosional dan attached jika melakukan ini di Indonesia. Akhirnya saya akan lebih stress.. Lagipula, itung-itung belajar dan mengumpulkan keberanian, sekarang saya melakukan penelitian (pertama) trafficking saya di sini. Next time I’ll do it di kampung halaman sendiri..

In fact, walaupun saya absen saat ini, saya tahu tetap ada tangan-tangan yang membantu melawan praktek perdagangan perempuan di negeri tercinta. Ada hati dan pikiran yang tercurah pada mereka, perempuan yang (rentan) menjadi korban trafficking. Saya tahu ada orang yang ekstra sabar dan persistent berusaha walau jalan yang ditempuh sangat panjang.

Saya rindu kampung halaman...

Hanoi Daewoo Hotel, 23 November 2007, 9:12 PM